teknologi pembuatan vaksin

Teknologi Pembuatan Vaksin

Pembuatan vaksin semakin berkembang dari waktu ke waktu, hal ini dipengaruhi oleh teknologi yang semakin memadai. Hingga saat ini, teknologi pembuatan vaksin telah dilakukan pengujian hingga tahap produksi.

Teknologi Pembuatan Vaksin

 

Tidak hanya kandungan vaksin yang perlu diperhatikan tetapi, teknologi pembuatan vaksin yang tepat sangat dibutuhkan. Berikut teknologi pembuatan vaksin.

  • Attenuated whole-agent vaccines, vaksin yang terbuat dari virus hidup yang dilemahkan (atenuasi) dari sifat virulensi nya dan ditumbuhkan pada suhu tertentu 33 atau 35. Virus yang dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh dan dapat merangsang respon imun tubuh tanpa menimbulkan sakit.

Efektivitas vaksin ini, mencapai 95% dan dapat memproteksi tubuh untuk waktu jangka panjang. Contoh dari jenis vaksin yang dilemahkan, seperti vaksin polio (Sabin) yang dihasilkan dari mengkultur poliovin.Js attenuated pada kultur jaringan ginjal kera. Pun, vaksin campak (Sdlwarz) yang mengkultur virus campak attenuated pada sel fibroblast embrio ayam, vaksin demam tifoid.

 

  • Inactivated whole-agent vaccines, jenis vaksin yang menggunaan virus inaktif, namun imunogenitasnya masih ada. Salah satu, cara yang dapat digunakan untuk inaktif virus, yakni secara fisik (pemanasan, radiasi atau secara kimia dengan menggunakan bahan fenol, betapropiolakton, dan formaldehid).

Pemberian vaksin ini, memerlukan jumlah yang banyak untuk menimbulkan respon dari antibodi. Contoh vaksin yang dibuat dengan metode ini,yaitu vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.

 

  • Vaksin Kombinasi, vaksin kombinasi biasanya berisi lebih dari dua jenis antigen, misalnya imunisasi dengan 3 jenis vaksin seperti Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT), Measles, Mumps dan Rubela (MMR). Jenin vaksin kombinasi, di antaranya DPT (Diphteria, Pertusis dan Tetanus) dengan HBV (Hepatitis B) atau dengan vaksin Polio inaktif dengan tujuan memberikan rangsangan kekebalan selular pada bayi.

Pemberian vaksin kombinasi bertujuan untuk mengurangi jumlah suntikan yang diberikan. Vaksin kombinasi masih memiliki efektivitas yang sama dan tetap baik dalam bentuk satu kombinasi.

 

  • Vaksin Formulasi Baru, vaksin jenis ini, merupakan vaksin yang dibuat dengan meningkatkan dosisnya sehingga lebih efisien dalam pemberiannya hanya dengan satu kali suntikan saja. Pemberian vaksin konvensional membutuhkan waktu interval 1 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

Formula baru juga dapat menggunakan jenis adjuvant baru yang dapat merangsang kekebalan humeral dan kekebalan selular.  Contohnya adjuvant garam alumunium dapat diganti dengan adjuvant jenis baru seperti liposom, bentuk emulsi atau immune stimulating complex.

 

  • Vaksin Subunit, vaksin yang dibuat dari komponen virus dan merupakan pengebangan dari vaksin inaktif. Vaksin ini mengandung beberapa epitope dari suatu antigen. Contoh vaksin ini adalah dengan melakukan cloning gen dari virus dengan cara rekombinasiDNA menggunakan plasmid bakteri (E.coli) sebagai vector.

 

  • Vaksin Rekombinan, jenis vaksin yang menggunakan virus sebagai vector, gen virus yang diinginkan disisipkan pada plasmid, kemudian di transfeksikan ke dalam suatu virus, sehingga terbentuk virus rekombinan. Virus rekombinan akan menghasilkan antibody spesifik terhadap virus vector serta gen dari epitope yang disisipkan. Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar.

 

  • Vaksin DNA (naked plasmid DNA), suatu bentuk rekombinan, komposisi antara plasmid dengan genom virus yang sangat konservatif (tidak berubah) kemudian dilakukan dengan melakukan cloning gen tertentu. Selanjutnya, cloning tersebut dimasukkan ke dalam suatu plasmid yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang akan diinsersikan kedalam sel mamalia.

Setelah itu, DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintergrasi kedalam DNA sel (kromosom) kemudian akan mensitesis antigen yang dikode nya. Vaksin ini, memiliki potensi menginduksi imunitas seluler karena vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan.

kandungan vaksin

Ternyata Ini Kandungan Vaksin!

Salah satu, cara untuk tidak terinfeksi suatu penyakit maupun virus ialah dengan vaksinasi. Hal ini dikarenakan, vaksinasi merupakan langkah preventif paling aman dan efektif. Di samping itu, perlu diketahui mengenai kandungan vaksin sehingga dapat membantu untuk mengatasi alergi.

Kandungan Vaksin

 

Vaksin merupakan zat yang dapat membentuk kekebalan tubuh dari suatu penyakit tertentu. Zat atau senyawa tersebut, berbentuk serupa dengan mikroorganisme penyebab penyakit.

Zat tadi, terbentuk dari mikroorganisme yang dimatikan atau dilemahkan dari toksisitasnya. Dalam vaksin sendiri, terdapat agen yang dapat merangsang sistem imun agar dapat mengenali agen tersebut sebagai ancaman. Oleh sebab itu, agen tadi akan dihancurkan dan diingat oleh sistem imun untuk mengenali agen yang sama di masa yang akan datang.

Di sisi lain, komponen yang terdapat di dalam vaksin memiliki tujuan tertentu sehingga tiap bahannya telah di tes proses pembuatannya, seperti tes keamanan untuk seluruh kandungan vaksin. 

Antigen

Antigen dalam kandungan vaksin kerap disebut dengan “benda asing” oleh sistem kekebalan tubuh. Hal ini dikarenakan, antigen adalah komponen yang dihasilkan dari struktur organisme penyebab penyakit. . 

Umumnya, seluruh jenis vaksin mengandung antigen (komponen aktif) yang dapat merangsang terbentuknya imunitas. Antigen sendiri, dapat berupa protein, gula ataupun keseluruhan organisme yang telah dilemahkan maupun Sebagian kecil dari organisme penyebab penyakit.

Stabilisator

Stabilisator berfungsi untuk menstabilkan vaksin ketika disimpan dan bila vaksin disimpan dalam sistem pendingin yang buruk. Karenanya, stabilisator sangat dibutuhkan dalam kandungan vaksin untuk menjaga kualitas vaksin.

Bahkan, stabilisator dapat mencegah terjadinya reaksi kimia dan menjaga komponen-komponen vaksin tidak menempel pada ampul vaksin. Jika vaksin tidak stabil maka dapat menyebabkan hilangnya antigenisitas dan menurunkan infeksitas vaksin hidup (LAV). Bahan yang digunakan untuk stabilisator, yaitu MgCl2 (untuk OPV), MgSO4 (untuk vaksin campak), lactose-sorbitol dan sorbitol – gelatin.

Adjuvan

Adjuvan berfungsi untuk merangsang pembentukan antibodi terhadap antigen dalam vaksin dan meningkatkan respon imun terhadap vaksin. Adjuvan sendiri, dapat berupa garam alumunium, misalnya aluminium fosfat, hidrosikda atau kalium dalam jumlah yang kecil.

Pengawet

Penggunaan pengawet dalam kandungan vaksin, yakni untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur serta mencegah kontaminasi saat ampul terbuka. Hal tersebut, kerap terjadi apabila vaksin digunakan untuk lebih dari satu orang. 

Vaksin yang terdapat dalam ampul dosis tunggal biasanya tidak diberi pengawet dikarenakan dapat langsung dibuang setelah vaksin diberikan. Jenis bahan pengawet yang digunakan, antara lain thiomersal, formaldehid dan derivat fenol, sedangkan yang kerap digunakan, seperti 2-fenoksietanol.

Pelarut

Penggunaan pelarut ialah untuk melarutkan vaksin hingga sampai pada konsentrasi yang sesuai. Salah satu pelarut yang digunakan adalah sair steril.

Metode penyimpanan sampel

Metode penyimpanan sampel untuk ekstraksi DNA rentan terhadap tiap risiko yang akan terjadi, jika tidak disimpan dengan baik. Pada proses analisis, membutuhkan teknik sampling dan ekstraksi DNA yang cepat dan akurat.

Metode penyimpanan sampel untuk pemeriksaan DNA, yakni menggunakan wadah tabung yang perlu disimpan dalam freezer dengan suhu -20°C untuk mempertahankan kualitas dari DNA. Sampel yang digunakan untuk analisis umumnya diambil dari lapangan dengan durasi cukup lama hingga sampai ke laboratorium.

Karenanya diperlukan langkah preventif untuk menjaga sampel yang telah diambil tidak rusak akibat adanya jeda waktu hingga proses penanganan. Sebab, pengambilan sampel di lapangan memiliki risiko terhadap hasil akhir analisis. Untuk itu, sampel perlu disimpan dalam suhu dingin pada freeze dengan suhu 4°C.

Akan tetapi, jarak pengambilan sampel dengan laboratorium cukup sehingga membutuhkan waktu untuk dimasukkan ke dalam freezer. Dengan demikian, diperlukannya teknik penyimpanan yang tidak memerlukan freezer namun tetap sesuai dengan aspek biosafety. Sampel DNA/RNA, darah, bakteri, dan virus, merupakan beberapa sampel yang cukup rentan dan perlu ditanganin.

Metode penyimpanan sampel

Tujuan penyimpanan sampel ialah untuk mempertahankan kondisi sampel agar tetap sesuai dengan aslinya, seperti saat pengambilan sampel dan meminimalisir kontaminasi terhadap sampel hingga akan dilakukannya analisis pada sampel tersebut. Dalam hal ini, sampel yang didapat di lapangan harus terlindung dari kontaminasi luar, misalnya udara serta peralatan sampel.

Wadah sampel perlu diperhatikan, yang mana tidak boleh lebih dari ¾ ukuran wadah. Hal ini, dilakukan untuk menghindari kebocoran dari tutup dan dapat memudahkan saat shaking.

Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah suhu. Sebab, terdapat beberapa sampel yang sensitif terhadap suhu. Dengan demikian, pencatatan suhu saat pengambilan sampel dan dilakukan analisis di laboratorium harus dilaksanakan.

Selanjutnya, penyimpanan menggun akan es untuk mendinginkan sampel dalam wadah atau box sebaiknya dihindari. Dikarenakan, air dapat mengontaminasi sampel jika terjadi kebocoran atau wadah yang robek.

Jika sangat terpaksa, dapat dilakukan pembungkusan terpisah. Alternatif lain, untuk mengatasi masalah ini dapat menggunakan Dry Ice, IsoTherm-system atau PCR cooler untuk mengatasi sampel DNA/RNA sebelum melakukan running.

Iso Therm-system biasanya terdiri dari Iso rack (rak kerja), IsoSate (kotak isolasi), dan iso packs. Ideal untuk mendinginkan, mengangkut, juga menyimpan sampel yang beku. Teknologi inkubasi kering mengurangi resiko kontaminasi dan lebih aman bagi sampel.

PCR cooler dapat digunakan untuk persiapan sampel, perlindungan, pengangkutan, pun penyimpanan sampel sensitif untuk menjaga agar sampel tetap aman. Berikutnya, terdapat indikator suhu yang jelas berdasarkan warna.

Warna PCR cooler akan berubah ketika suhu melebihi 7°C kemudian dapat menjaga plat 96-well tetap dingin lebih dari satu jam pada suhu 0°C (dengan pendinginan awal selama dua jam pada -20°C).

Dapat pula menggunakan teknologi baru, FTA (Flinders Technology Associates) cards. Kertas berfilter yang dapat menyimpan DNA dalam jumlah kecil/minimal, misalnya setitik darah, usapan cairan tubuh atau feses, material tanaman, plasmid, virus dan bakteri.

Penyimpanan sampel dalam waktu panjang juga harus diperhatikan, di mana sampel tidak digunakan langsung untuk analisis harus disimpan dalam suhu <-15°C, akan lebih baik lagi pada suhu <-18°C di dalam freezer. Penyimpanan ini, bergantung dari sampel yang digunakan karena setiap sampel yang berbeda memerlukan perlakuan yang berbeda.

 

 

 

bioproses pada pertanian

6 Aplikasi Bioproses Pada Pertanian

Suatu proses yang menggunakan konsep, seperti bioteknologi, biologi, dan rekayasa proses untuk menghasilkan suatu produk yang bermanfaat disebut dengan bioproses. Aplikasi dari bioproses sangat banyak, salah satu di antaranya bidang pertanian. Aplikasi dari bioproses pada bidang pertanian, antara lain.

  1. Biopestisida atau herbisida

Biopestisida merupakan bahan yang berfungsi menghambat bahkan mematikan hama atau organisme penyebab penyakit tanaman yang berasal dari makhluk hidup seperti tanaman, hewan atau mikroorganisme. Senyawa yang dihasilkan biopestisida ramah terhadap lingkungan, jika dibandingkan pestisida dari bahan kimia.

Hal ini dikarenakan senyawa organik yang mudah terdegradasi alam. Beberapa tanaman yang dapat dijadikan biopestisida, yakni cengkeh, lengkuas, mimba, bawang merah dan lerak.

Selain itu, terdapat mikroba yang dapat dijadikan sebagai biopestisida, sebab memiliki efek antagonis terhadap patogen seperti Trichoderma sp., Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. Perlu diketahui jika Trichoderma sp ialah mikroorganisme berupa jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman.

Tak hanya itu, bipestisida Trichoderma sp dapat dijadikan biofungisida dengan menghambat beberapa jamur penyebab penyakit tanaman, seperti Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii.

  1. Peningkatan mutu varietas tumbuhan

Bibit tanaman alami umumnya, sulit untuk tumbuh di tanah kurang subur. Akan tetapi, dengan adanya teknologi bioproses bibit tanaman dapat dirancang untuk jenis kondisi tertentu, misalnya lahan kering, masam atau kadar garam tinggi.

Hasil yang didapatpun akan lebih meningkat baik dalam segi kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa contoh peningkatan mutu varietas tumbuhan, yaitu tahan terhadap serangan hama dan resisten terhadap herbisida.  Peningkatan gizi tanaman, dapat dilakukan dengan memasukkan gen pembuat protein dari bibit tanaman hutan ke dalam tanaman penghasil karbohidrat untuk meningkatkan nilai gizi dan lainnya.

  1. Pakan ternak

Organ pencernaan ternak biasanya berkapasitas besar dengan sistem pencernaan unik. Hal ini ditunjukkan, dengan keterlibatan interaksi antara pakan, mikroba rumen, dan ternaknya sendiri.

Pun, Sebagian besar pakannya berupa serat kasar, misalnya selulosa, hemiselulosa dan xylan yang mana komponen karbohidrat. Di samping itu, limbah pertanian termasuk dalam limbah organik yang mengandung hemiselulosa, kemudian menghasilkan enzim xylanase melalui fermentasi.

Limbah pertanian banyak mengandung xylanase untuk campuran pakan ternak dapat memperbaiki efisiensi penggunaan pakan sehingga meningkatkan berat ternak.

  1. Enzim xylanase

Jerami, sekam padi, bagas tebu, kulit buah (pisang) mengandung xilan dan karbohidrat tinggi. Xilanase, ialah enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis xilan. Dalam hal ini, yang dimaksud xilan, yaitu hemiselulosa menjadi xilo-oligosakarida dan xilosa.

Xilosa sendiri, yakni gula terbanyak di alam setelah glukosa. Melalui proses fermentasi, xylanase dapat dihasilkan dengan bantuan mikroba biasa, bakteri, dan khamir atau cendawan.

Aspergillus fumigatus dan A. niger diketahui mampu menghasilkan xilanase yang tahan atau toleran pH tinggi. Aplikasi dari enzim xilanase sangat luas di antaranya untuk pakan ternak, pada pangan dapat meningkatkan aroma jus dan anggur serta likuifikasi buah dan sayur, pemutih kertas, peningkatan kualitas roti, dan produksi bioetanol. Beberapa mikroorganisme yang dapat menghasilkan xylanase, contohnya Penicillium, Trichoderma, Aspergillus, Cryptococcus, dan Fusarium.

  1. Pupuk dan kompos

Limbah pertanian sangat cocok untuk dijadikan pupuk atau kompos, karena mudah diuraikan oleh bakteri dan mengandung unsur makro juga mikro. Hal tersebut, sangat dibutuhkan tanaman sehingga dapat menggemburkan tanah yang kurang subur.

Pembuatan kompos secara konvensional telah dilakukan sejak lama, tetapi lambat laun pembuatan kompos kian bekermbang dengan menggunakan bioproses. Hasil yang didapat dari perkembangan bioproses ini lebih efektif dan efisien.

Di sisi lain, penggunaan biakan jamur Trichoderma dalam media dedak bermanfaat sebagai dekomposer, stimulator pertumbuhan tanaman, dan pengurai yang menghasilkan pupuk serta kompos yang bermutu. Trichonoderma banyak ditemukan di tanah pertanian, tanah hutan atau substrat berkayu.

  1. Bakteri penambah nitrogen

Unsur nitrogen (N) dalam tanah termasuk faktor penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman, namun keberadaan dan ketersediannya dalam tanah sangat terbatas. Selanjutnya, kandungan udara di nitrogen berkisar 78 – 80%, sayangnya tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman.

Hal ini disebabkan, nitrogen tersebut berbentuk N2, karenanya perlu penambahan pupuk nitrogen secara konvensional. Saat ini, telah diketahui sekelompok bakteri tanah yang bersimbiosis ataupun hidup bebas memiliki kemampuan memfiksasi N dari udara, yaitu Azotobacter, Azospirillum dan Rhizobium. Rhizobium bersimbiosis dengan tanaman dari suku Leguminoceae dan mampu mengikat N2 bebas.

Amonia terjadi akibat pengikatan nitrogen bebas (N2), lalu ammonia tersebut diubah menjadi asam amino hingga berubah menjadi senyawa nitrogen, untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dengan demikian, unsur N bagi tanaman akan meningkatkan kandungan klorofil pada daun, sehingga proses fotosintesis akan meningkat. Begitupun, asimilat yang dihasilkan lebih banyak juga, menjadikan pertumbuhan tanaman lebih baik.